Petapahan,16 November 2014
Bruuuk…terdengar suara
terkaparnya seorang anak yang terlihat memakai baju olahraga. Teman-temannya
hanya melihat dengan tatapan mata yang dingin seolah mengucapkan ejekan didalam
hati karena melihat dia yang terkapar. Dia hanya bisa menahan rasa sakit
dibagian betisnya serasa ditusuk puluhan jarum sambil melihat rekan-rekannya
melanjutkan pelajaran Olahraga. Dia hanya bisa melihat senang dan riangnya
dalam pelajaran olahraga. Tak satu pun teman-temannya yang
mempedulikan,semuanya hanya melihat sisi kelemahan dirinya saja.
Inilah yang dialami seorang anak
yang bernama Angga,dia memang dikenal anak yang lemah dengan berpostur tubuh
kurus,tidak bertenaga dan kaku seperti orang tua Bangka. Oleh sebab itu,dia
dikenal siswa yang lemah dalam berolahraga terutama yang kategori berat seperti
sepak bola,lari dan lain-lain. Dia juga dikenal siswa yang pemalu tapi ia
sangat baik kepada teman-temannya,namun dibalik kepolosan dan
kebaikannya,teman-temannya selalu mengabaikannya karena kelemahannya. Sering
sekali ia mendapat cacian dan ejekan yang menyakitkan baginya.
Sinar fajar pun memancarkan
cahaya malunya yang ditutupi oleh
besarnya bukit-bukit dan lembah yang mengelilingi pemukiman desa Gurun Jorong
Gurun di Sumatera Barat. Nun jauh disana hanya hamparan sawah nan hijau seolah
ingin memancarkan keelokan kepada manusia
yang lalu lalang dipematang sawah. Terasa udara segar dari embun sejuk menusuk
kulit,tak mengurung niat dia untuk berangkat kesekolah dengan sepeda
kesayangannya yang merupakan hadiah dari neneknya. Semangatnya semakin
bertambah karena menyantap sarapan Rendang istimewa buatan neneknya. Dia telah
rapi dengan seragam dan celana biru dongker yang ia kenakan. Dengan semangatnya
ia berseru pada neneknya,kebetulan ia hanya tinggal berdua dengan nenek
kesayangannya.
“Nek…aku
berangkat sekolah ya,daaa….”
Dalam perjalanan menyususri
jalan setapak yang dikelilingi sawah,dia hanya berbicara dalam hati,”mengapa
aku sangat dibenci hanya karena lemah dalam berolahraga? Ini sungguh tak logis!”.
Ketika ia sedang berbicara dalam hati,tiba-tiba seseorang berlari cepat
mendahuluinya. Ia langsung menghentikan genjotan pedal sepedanya itu sambil
merasa kagum bercampur heran. Ia seolah merasa tak percaya jika ada orang berlari
secepat itu bagaikan Sprinter Bolt. Terlintas dipikirannya,apa ia bisa seperti
seseorang yang yang berlari itu? Ia seolah ingin bertemu lagi dan berkenalan.
Namun,ia melihat arlojinya menunjukkan pukul
07:00 WIB,dengan cepatnya ia mengayuh pedal sepeda karena ia takut
terlambat. Kemudian,ia sampai di sekolah yang bernama Madrasah Tsanawiyah Tiga
Batur. Langsung saja ia menyandarkan sepedanya di pohon besar sekitar
pekarangan sekolah. Dengan cepatnya ia bergegas menuju kelasnya melewati
koridor sekolah untuk mengikuti pelajaran pertama dipagi hari ini dengan penuh
semangat pagi bergejolak.
Siang pun menunjukkan
kehadirannya ditengah penatnya para siswa-siswi yang hampir delapan jam
bertempur untuk menguasai ilmu yang bermanfaat. Bel tanda pulang telah berdering
dengan kuatnya seolah ingin mengakhiri pelajaran di MTs Tiga Batur ini. Para
siswa-siswi pun berbondong-bondong keluar dari kelas untuk segera pulang ke rumah
masing-masing. Tak lupa pula dengan dia yang keluar dari kelas dan menyusuri
koridor sekolah sambil memasang wajah semangat. Namun ketika ia berpapasan
dengan kakak kelas tingkatnya. Kakak kelas dengan kawan-kawanya,tiba-tiba
menyambarkan ejekan
“hey…anak
babahaso Indonesia” sambil tertawa dengan tatapan dingin
Ia hanya bisa diam mendiamkan
seolah tak mengerti apa yang dicemoohkan. Sebenarnya ia mengetahui apa yang
diucapkan oleh kakak kelas tersebut. Namun ia hanya menatap mata mereka dengan
kebisuannya sambil tetap bersabar menghadapi cemooh seperti itu. Ia sudah
berkali-kali bahkan telah ratusan kali dicemoohkan setiap ia akan pulang. Ia
dikenal siswa pindahan dari kota Batam yang sudah terbiasa memakai bahasa
Indonesia nan fasih tetapi di MTs ini siswa-siswi nya telah terbiasa memakai
bahasa Minang dalam kesehariannya. Dan menganggap bahasa Indonesia yang dia
gunakan itu sebagai hal aneh maupun tabu. Jadi ia telah terbiasa dengan
perlakuan orang-orang yang disekitarnya. Perlakuan buruk yang ia dapat
berlanjut ketika ia akan pulang dengan sepeda kesayangannya. Ia mendapat
sepedanya telah tersangkut di pohon besar tak jauh dari tempat ia meletakkan sepedanya. Ia menghela napas
yang panjang,tak luput pula raut wajahnya yang sedikit murung lagi kesal sambil
berteriak kuat.
“Apa
yang telah aku perbuat pada kalian?! Apa aku membawa petaka buat kalian!”
Apa boleh buat,tak ada satu pun
yang mendengar seruannya tersebut. Ia dengan sabar menurunkan sepedanya dengan
memanjat susah payah. Ia langsung bergegas pulang dengan semangat yang telah
hancur berkeping-keping.
Keesokan harinya di sore yang
sedikit demi sedikit memancarkan cahaya fajar yang akan kembali tenggelam
diufuk barat dengan hamparan sawah menguning terasa menambah keelokannya. Ia
berencana mencari kembali pemuda dengan kemampuan lari yang cepat itu dengan
memperlambat laju sepedanya. Pucuk dicinta ulam pun tiba,itulah kalimat yang ia
ucapkan setelah ia melihat pemuda tersebut tengah istirahat setelah Marathon
dijalan setapak ini. Secepatnya ia menghampiri pemuda tersebut dengan perasaan
riang. Lalu ia bertanya kepada pemuda itu,
“Kak
bagaimana cara kakak berlari secepat itu dipagi hari? Apa kakak benar-benar
sprinter? Ayo dong kak ajarin saya” lembut Angga.
Sontak saja,pemuda itu berdiri
kemudian melanjutkan marathonnya. Tak sempat pemuda itu melontarkan sepatah
kata maupun kalimat yang berarti. Ia dengan semangatnya tetap berseru pada
pemuda yang berlari meninggalkannya.
“Kak…aku
tetap akan menjumpai kakak lagi,aku sangat ingin bisa berolahraga dengan baik
seperti kakak!” sambil memunculkan senyum.
Pemuda itu seolah tak mendengar
seruan dia yang cukup kuat ditengah jalan setapak yang dikelilingi sawah.
Dia selalu menjumpai pemuda itu
ditengah sore. Sebanyak ia meminta bimbingan dari pemuda itu,sebanyak itu pula
pemuda itu menolak dengan melarika diri seolah menganggap ia itu sebagai orang
asing. Hingga sampai pada saatnya,ia mengejar pemuda itu karena ia merasa tidak
dipedulikan karena berkali-kali ditolak untuk bimbingan darinya.
Memang,kemampuan larinya tidak sehebat kemampuan pemuda itu. Ia sangat
memaksakan mengejar pemuda itu dengan tekad kuat hingga akhirnya betisnya
kembali kambuh akibat dipaksa,lantas membuat dirinya terjatuh.
“Aduuh!
Betis ku sakit! Kumohon tunggu kak! Aku sangat ingin sekali bisa seperti kakak.
Aku tak mau berakhir seperti pecundang dengan kelemahanku ini”
Ucapanya membuat pemuda itu
berhenti berlari sambil mengingat masa lalunya yang prsis sama seperti yan
dialami oleh anak itu. Ia langsung menghampiri dia sambil berkata untuk pertama
kali kepadanya
“kau
tidak apa-apa?”
Pemuda itu memegang betis Angga
sambil memijat sedikit bagian yang sakit tersebut.
Dia hanya bisa mengerang
kesakitan karena betisnya dipegang oleh Pemuda itu.
“tenang
saja,sebentar lagi sakitnya hilang kok. Jangan lemah dong!” ketus pemuda itu
“kakak
memang menyebalkan orangnya ya,Aduuh sakit!” dia mengerang sakit
“nah,coba
kau berdiri,sudah enakan,bukan?”
Angga hanya tersenyum riang
mendapat perlakuan baikdari pemuda itu.
“kenapa
kamu ingin seperti kakak? Ini butuh latihan yang berat lho”
“tidak apa apa kak,aku mau menjalaninya biar keberadaan ku
tidak hanya sebagai pecundang”
sanggupnya
“baiklah,kalo
itu memang keinginan mu. Besok datang kembali lagi ketempat ini ya!”
Saking senangnya,dia tak bisa
menyembunyikan rasa bahagianya itu setelah ia berusaha mati-matian memohon
kepada pemuda itu. Pemuda itu hanya tersenyum sedikit melihat tingkah anak itu
karena mirip sekali ketika pemuda itu masih kecil yang dulu juga lemah dan tak
dianggap keberadaannya.
Ditempat yang sama dan waktu
yang sama,dia menepati janji dengan pemuda itu yang sering ia panggil dengan
kakak. Setelah satu jam kemudian,pemuda itu datang sambil berlari kecil
menghampiri anak itu.
“ayo
kita mulai trainingnya!” ucap pemuda
“oke,aku
sudah siap kak!” seru Angga dengan semangat membara
Latihan dimulai dengan tes fisik
yaitu push up,sit up dan lain-lain. Tantangan demi tantangan ia lewati dan
sampai pada tes berlari Marathon,ia merasa tak sanggup melakukannya untuk
target 1 Km jauhnya. Ia melakukan bersama pemuda itu,namun ketika ia tak
sanggup melanjutkannya,pemuda itu tidak berhenti dan tetap melanjutkan lari marathonnya
tanpa menhiraukan dia. Angga tetap mencoba untuk bangkit walau dengan kaki yang
gemetar menahan sakit. Dia tetap melawan kelemahan itu sekuat tenaganya. Ia
melanjutkan lari marathonya untuk mengejar pemuda itu. Sempat merasa akan
menyerah karena telah ditingggal oleh pemuda itu tetapi dia tetap berusaha
mengejar sedikit demi sedikit. Dengan tekad yang itu,ia berhasil mengejar
pemuda itu walau dengan catatan waktu terlama ketimbang pemuda itu. Ia langsung
saja terkapar sambil tertawa sesak karena bisa menyelesaikan latihan ini dengan
sukses.
“selamat! Kamu bisa melakukannya walau masih kurang dalam hal
waktu. Saya yakin kamu pasti bisa jika berlatih seperti ini terus”
“makasih
banyak kak,huft…ternyata melelahkan tapi aku cukup senang kak!”
Pemuda itu langsung pergi
meninggalkan dia yang sedang terkapar. Pemuda itu terlihat senang karena bisa
membimbing anak yang penuh semangat seperti dia. Pemuda itu ternyata orang yang
baru saja bermukim di desa Gurun. Sebelumnya pemuda itu tinggal di Kota
Jakarta. Menjadi pendiam dan mengabaikan orang,itulah sifat pemuda itu selama
bermukim disini. Itu juga pengaruh orang disekitar yang kurang menganggap
dirinya,itu membuat pemuda itu menjadi bersikap dingin dan acuh tak acuh.
Dalam terkapar,dia memanggil
pemuda itu. Kemudian ia duduk melihat sekitar,ternyata pemuda itu telah
menghilang entah kemana perginya. Dia hanya bisa menghela napas dan memaklumi
sikap pemuda itu. Semenjak ada pelatihan itu,ia selalu marathon tiap sore
dijalan setapak yang sama ketika bertemu pemuda itu. Berharap akan berjumpa
lagi. Namun,seiring waktu berjalan tak terasa sudah seminggu ia menunggu dan
tak kunjung dating kehadiran sang pemuda itu. Padahal ia telah sanggup marathon
tanpa merasakan sakit pada betisnya lagi.
Ayam mulai berkokok seolah
memanggil sang fajar untuk muncul dibalik lembah dan bukit-bukit nan elok lagi
cantik. Ia sangat merasa senang dengan penuh semangat di pagi hari karena di
sekolahnya MTs Tiga Batur akan mengadakan seleksi Marathon untuk mewakili
sekolah dalam kompetisi tingkat Kota. Ia tetap menggunakan sepeda untuk
berangkat sekolah dengan waktu tempuh 15 menit lamanya. Telah tampak keramaian
dipekarangan sekolah,siswa-siswa antusias dalam mengikuti seleksi ini. Bergegas
ia mengganti pakaian seragamnya menjadi pakaian olahraga. Tetap saja cemoohan
itu tetap saja tersangkut ditelinganya
“hey anak ba bahaso Indonesia! Tak kan bisa urang ba bahaso
Indonesia menang! Umpat kakak kelas
“hm,kamu lihat saja nanti siapa yang tercengang!” Balas Angga
Saat giliran dia tiba,ia dengan
percaya diri dan semangat untuk bisa memenangkan seleksi ini. Setelah wasit
telah meniup pluit,dengan cepatnya ia berlari seperti pemuda itu. Teman-temanya
hanya bisa menyaksikan kemampuan dari dia itu. Seolah tak percaya bahwa anak
yang lemah dulu sekarang telah menjadi berada dimata teman-temanya sekarang.
Alhasil,ia benar-benar
memenangkan seleksi lari marathon untuk mewakili sekolahnya yaitu MTs Tiga
Batur. Ia mendapat hadiah yang pantasa usahanya tersebut dan teman-temannya
banyak memberikan applause tanda sebagai rasa bersalah selama ini terhadap
teman merekan sendiri yaitu Angga.
Kesuksesan itu membuat ia
teringat akan pemuda itu. Sontak saja Ia berlari dari sekolah menuju tempat ia
berlatih bersama dengan pemuda itu untuk member ucapan terimakasih dan berbagi
rasa kebahagiaan. Namun,nasi sudah menjadi bubur,ia baru teringat bahwa pemuda
itu yang ia panggil sebagai kakak itu telah tak kunjung mendatangi tempat ini
lagi. Ia baru sadar jika bimbingan yang pertama itu adalah yang terakhir buat
ia. Ia hanya bisa memandang sawah nan hijau bercampur semilir angin sepoi-sepoi
menyejukkan hati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar